KPK: Transparansi Jadi Kunci Pengelolaan Layanan Haji 2026
Bacaweb.com – Menyongsong pelaksanaan Ibadah Haji 2026, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam seluruh proses penyelenggaraan haji.
Langkah ini krusial mengingat besarnya nilai perputaran dana yang mencapai Rp17 triliun hingga Rp20 triliun untuk melayani 221 ribu calon jemaah haji Indonesia.
Dorongan itu disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto saat menerima audiensi Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf beserta jajaran di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Pertemuan tersebut menjadi bagian dari sinergi lintas lembaga untuk memperkuat tata kelola layanan haji agar lebih bersih, efisien, dan bebas penyimpangan.
“Prinsipnya itu transparansi. Kalau ada proses lelang atau pengadaan, sebaiknya dipublikasikan agar masyarakat bisa ikut mengawasi,” ujar Setyo.
Ia menegaskan, keterbukaan dalam pengadaan barang dan jasa (PBJ) akan menjadi kunci mencegah praktik penyimpangan yang sempat mencuat pada penyelenggaraan haji tahun lalu — mulai dari pengaturan kuota, pemilihan hotel, hingga kontrak layanan pendukung.
Menteri Irfan Yusuf menyebutkan sejumlah titik rawan dalam PBJ layanan haji, antara lain potensi markup, gratifikasi, dan konflik kepentingan pada pengadaan gelang identitas, buku manasik, hotel, katering, penerbangan, dan transportasi. Ia juga menyoroti risiko premi asuransi yang tidak sesuai nilai aktuaria, yang dapat menimbulkan kerugian negara.
“Kami minta bantuan KPK untuk menjalankan amanah sesuai arahan Presiden agar layanan haji benar-benar bersih dan profesional,” ujar Irfan.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menekankan bahwa risiko terbesar bukan hanya kerugian negara, tetapi juga praktik pemberian upeti terkait penentuan kuota haji.
“Yang paling rawan itu bukan sekadar potensi kerugiannya, tapi praktik pemberian upeti. Karena semua orang pasti ingin berangkat,” tegas Fitroh.
KPK juga mengingatkan pentingnya pendokumentasian seluruh proses pengadaan dan menghindari konflik kepentingan antar pejabat, agar setiap keputusan berbasis profesionalisme dan data yang dapat diverifikasi.
Selain membahas aspek PBJ, Kementerian Haji dan Umrah juga meminta dukungan KPK untuk melakukan tracing terhadap sejumlah calon pejabat yang bergeser dari Kementerian Agama. Langkah ini dilakukan guna memastikan pejabat yang akan bertugas memiliki rekam jejak bersih dan bebas dari konflik kepentingan.
“Kami mohon KPK membantu memantau agar semua calon pejabat dinyatakan clean and clear, supaya tidak menimbulkan masalah di masa depan,” kata Irfan.
KPK menyambut baik sinergi tersebut dengan menawarkan sejumlah dukungan strategis, antara lain berbagi hasil kajian pelaksanaan haji, penguatan integritas petugas haji, serta pendampingan pengawasan pelaksanaan haji 2026.
Setyo menegaskan, reformasi tata kelola haji bukan hanya soal administratif, tetapi juga upaya moral dan kemanusiaan. “Kami percaya, di bawah kepemimpinan Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah, layanan haji 2026 akan berubah menjadi lebih transparan, efisien, dan berorientasi pada kepentingan jemaah,” pungkas Setyo.